Selasa, 30 November 2010

Menggairahkan Nafsu Belajar Siswa Melalui Penciptaan Nilai Estetika

Sering kita temukan dilapangan bahwa kondisi persekolahan kita, khususnya Sekolah Dasar dikelola apa adanya dan ala kadarnya. Terutama hal yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan sekolah dan keadaan ruangan kelas. Seperti terlihat pada kondisi ruang kelas yang ditata monoton dan konvensional , dengan tampilan apa adanya seperti tampak pada pengecatan dinding sekolah ataupun ruangan kelas yang kebanyakan dicat dengan warna putih polos, kuning polos, dan warna -warna lain yang serba polos. Ini sudah lumayan bagus, artinya kondisi kelas yang demikian sudah terlihat bersih. Gambar - gambar yang dapat menciptakan nuansa keindahan dan nuansa lain dari suatu kegiatan dan kebiasaan yang bersifat konvensional jarang kita temukan.

Memang kita sadari bahwa eksistensi persekolahan di negara kita tercinta ini cukup bervariasi, mulai dari yang tidak layak pakai mungkin karena dinding mau roboh, genteng yang mau berjatuhan, plafon banyak yang jebol, dan siap untuk berjatuhan dan berbagai kondisi lain yang sangat memprihatinkan. Pada kondisi yang semacam ini penulis tidak bisa banyak berkomentar, hanya harapan penulis kondisi yang sedemikian parah semacam ini segera dibenahi dan ditangani. Karena bagaimana bisa kita menciptakan suatu lingkungan yang indah kalau kondisinya saja sangat memprihatinkan. Namun tidak berarti bahwa komunitas yang ada pada sekolah yang ada pada kondisi yang demikian menjadikan guru dan warga sekolahnya menjadi kehilangan kreatifitas untuk menciptakan hal -hal yang inovatif demi terciptanya lingkungan belajar yang indah, asri dan elok dipandang mata sehingga pada akhirnya tercipta suasana yang menyenangkan.

Pendapat penulis melalui artikel ini mengacu pada adanya suatu inovasi, yaitu bagaimana mengoptimalkan kondisi kelas ( classical conditioning ) dan penciptaan lingkungan sekolah agar dapat dipakai dan dimanfaatkan, dan dioptimalkan sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan atau merupakan bagian yang integral dengan kegiatan pembelajaran. Artinya ruangan kelas jangan hanya menjadi dinding pembatas yang membatasi siswa di ruang kelas pada satu sisi, dengan lingkungan di luar kelar kelas pada sisi lain. Demikian pula dengan lingkungan sekitar sekolah, terutama dinding - dinding sekolah jangan hanya menjadi benda mati yang menjadi dinding pemisah antar lokal yang satu dengan lokal yang lain, atau menjadi pembatas antara lingkungan sekolah sendiri dengan lingkungan luar sekolah.

Langkah inovatif yang dapat dilakukan dan telah penulis lakukan adalah bagaimana eksistensi dinding -dinding kelas yang pada dasarnya benda mati tersebut menjadi bermakna dan berbicara terhadap siswa pada khususnya dan bagi seluruh warga sekolah pada umumnya. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menciptakan dinding - dinding sekolah dan ruang - ruang kelas yang mati ini menjadi lebih hidup, menjadi bermakna, dan pada akhirnya dapat menggairahkan nafsu belajar siswa ? Jawaban dari pertanyaan ini merupakan ide pokok dari eksistensi dari artikel ini sendiri.

Jawaban dari pertanyaan diatas tidak lain adalah diperlukan suatu langkah kreatifitas dari seorang guru, dan hal ini tentunya merupakan suatu langkah inovatif yang pada kenyataannya akan berbeda dengan kondisi realita dan mayoritas yang ada di lapangan saat ini. Pada kebanyakan orang dan pada kebanyakan guru bisa saja hal ini dianggap kegiatan yang mengada -ada. Namun justru disinilah letak nilai inovatif itu sendiri muncul, sebab kegiatan yang bersiafat inovatif akan dirasakan hal yang asing oleh orang lain, sebab hal semacam itu sebelumnya jarang atau bahkan mungkin belum ada.

Pertanyaan yang mungkin timbul yaitu bagaimana, dan kreatifitas semacam apa yang dapat membedakan kondisi ruang kelas dan kondisi lingkungan sekolah konvensional dengan kondisi ruang kelas dan lingungan sekolah yang disentuh dengan nuansa kreatifitas sehingga memiliki nuansa estetis dan bermakna bagi siswa ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar